SURABAYA - Dermaga Ujung, Perak, Rabu (10/6) pagi pekan lalu sedikit berbeda dengan biasanya. Puluhan anggota TNI-AL memadati salah satu sisi dermaga. Mata mereka tertuju ke satu titik di laut, sebuah kapal jenis landing craft vehicle and personnel (LCVP) yang tengah melaju cepat.
Kedatangan mereka memang untuk menyaksikan uji coba produk teknologi buatan anak negeri di bidang kapal perang. Yakni, penggunaan propeller bersirip yang dipasang di kapal pendaratan personel tersebut.
Ikut dalam uji coba itu beberapa pejabat TNI-AL. Di antaranya, Komandan Komando Pengembangan dan Pendidikan (Kobangdikal) TNI-AL Laksamana Muda TNI Sumartono dan Wakil Kepala Kobangdikal Brigjen TNI (Marinir) Arif Suherman.
Propeller atau baling-baling penggerak kapal itu ciptaan Kapten Bagus Arianto, anggota TNI-AL. ''Benar, hari ini saya diberi kesempatan mengadakan uji coba hasil tugas akhir kuliah saya yang menang kemarin (Mei lalu, Red),'' kata Kapten Bagus.
Dia menjelaskan, propeller adalah penggerak kapal yang biasa dipasang di bagian belakang bawah lambung kapal. Terbuat dari kuningan, tembaga, dan nikel. Fungsi utamanya sebagai alat penerus gaya dorong mesin kapal, yang menggunakan prinsip kerja dayung. ''Dayung itu bermacam-macam jenis dan ukurannya, disesuaikan dengan jenis dan ukuran kapal,'' katanya.
Menurut Bagus yang juga lulusan Politeknik Mesin ITS 1997 itu, propeller ciptaannya itu sebenarnya bukanlah barang yang benar-benar baru di dunia perkapalan. Yang membuat propeller tersebut berbeda dengan propeller biasa adalah penambahan teknologi sirip, mirip sirip ikan, di setiap baling-baling. ''Tambahkan bahan berbentuk mirip sirip ikan itu dapat menambah tenaga dayung kapal,'' katanya sambil menunjukkan contoh propeller ciptaannya.
Dengan propeller berisip tersebut, dipastikan kecepatan kapal bisa dioptimalkan. Dia mencontohkan kapal LCVP yang diuji coba itu. Dalam kondisi baru, kapal tersebut dapat melaju dengan kecepatan maksimal 12-13 knot. Namun, umumnya kapal sekoci perang itu buatan 1981, yang hanya mampu melaju dengan kecepatan 7-8 knot. ''Dengan mengganti baling-baling kapal tersebut (dengan propeller bersirip, Red), kapal pendarat pasukan itu dapat melaju dengan kecepatan 11 knot. Hampir menyamai kecepatan mesin baru,'' tuturnya.
Keberhasilan perwira 34 tahun itu mampu menghemat biaya perawatan kapal. ''Biaya perawatan kapal yang biasanya untuk mengganti mesin (dua mesin satu kapal, Red) seharga Rp 1,2 miliar dapat dihemat dengan cukup mengganti baling-baling seharga Rp 15 juta,'' katanya, lantas tersenyum.
Bagus menceritakan, ide membuat propeller bersirip itu berawal dari kegelisahannya melihat biaya operasional dan perawatan kapal perang milik TNI-AL yang minim.
Sebagai salah seorang atu anggota TNI-AL, perwira karir itu juga prihatin dengan kondisi kapal-kapal AL yang mayoritas sudah tidak lagi dalam kondisi seratus persen. ''Saya prihatin dengan keadaan mesin kapal yang sering saya tangani. Belum lagi jika harus mengganti mesin, pasti biayanya sangat besar,'' katanya.
Karena itu, pria yang bertugas sebagai kepala bagian mesin kapal itu ingin membuat produk yang mampu memacu kecepatan kapal, tanpa mengeluarkan biaya besar yang akan membebani anggaran negara.
Pria tegap itu mencoba mencari teknologi tersebut di internet. Memang, banyak teknologi yang bisa digunakan. Namun, umumnya memerlukan bahan baku dari luar negeri. ''Kalau begitu, kan sama saja kita bergantung kepada negara lain,'' ujar pria kelahiran Surabaya pada 1975 itu.
Akhirnya, dia menemukan teknologi terapan sederhana yang pernah dibuat dosen pembimbingnya di Poltek ITS. ''Ternyata teori teknologi propeller bersirip ini dulu pernah dicoba dosen saya. Jadi, mudah saya berkonsultasi dan mengembangkannya,'' katanya, lantas terenyum.
Karya tersebut digarap sebagai tugas akhir di Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL). Untuk menyelesaikan tugas itu, Bagus membutuhkan waktu sebulan. Mulai bikin maket hingga menjadi produk siap pakai. Dia menghabisklan dana Rp 15 juta. ''Itu belum termasuk biaya uji coba. Meski habis banyak, saya puas karena produk ini berhasil selesai dan berguna,'' ujarnya.
Bagian paling sulit selama penelitiannya membuat baling-baling itu ialah mencari kapal sebagai alat uji coba. ''Banyak orang yang menyangsikan temuan ini berhasil. Sebab, jika terjadi apa-apa pada kapal yang akan diuji coba, taruhannya jabatan saya,'' katanya, lantas tertawa.
Bagus tidak menyerah. Dia berhasil meyakinkan atasannya untuk melakukan uji coba pada kapal LCVP yang ukurannya tidak terlalu besar. Sebelum itu, dia telah melakukan uji coba pada kapal contoh kecil buatannya, juga pada software komputer. ''Mungkin gara-gara itu saya diizinkan,'' ucapnya.
Propeller bersirip tersebut juga disertakan dalam Lomba Karya Cipta Teknologi (LKCT) Hari Pendidikan Angkatan Laut (Hardikal) pada 12 Mei lalu. Hasilnya, Bagus tampil sebagai juara. Dia menyisihkan 94 peserta lomba yang terdiri atas 34 anggota TNI-Polri dan 60 peserta dari sipil yang kebanyakan mahasiswa.
Kini Kapten Bagus diberi tugas khusus untuk memproduksi secara masal hasil karyanya tersebut. Dimulai membuat enam propeller bersirip untuk kapal patroli cepat (PC) buatan PT PAL Indonesia. ''Alhamdulillah, saya dapat mandat baru untuk mengembangkan hasil karya ini, semoga berguna untuk negara,'' katanya.
Sumber : JAWAPOS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar