Minggu, 07 Desember 2008

Kemandirian Alutsista TNI AL


Offshore Patrol Vessel/ FPB-60

Keprihatinan akan kondisi alutsista pertahanan laut negara ini, sedikit demi sedikit coba diperbaiki dan dioptimalkan. Salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan kemandirian pembuatan alat-alat pertahanan dari dalam negeri, dan blue-print penyusunan kekuatan Angkatan Laut yang diinginkan guna mewujudkan Green Water Navy.

Berikut kutipan yang ADMIN ambil dari tulisan KSAL, Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno, S.H. di harian SEPUTAR-INDONESIA yang memberikan gambaran bagaimana rencana, prospek dan progres dari pengadaan ALUTSISTA TNI AL kedepan :

***KHUSUS pada kekhawatiran adanya embargo dan ketergantungan terhadap produk asing, maka TNI AL telah melaksanakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, khususnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan alutsista dengan melibatkan industri strategis nasional maupun swasta nasional.

Hal tersebut ditempuh bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan industri tersebut, akan tetapi untuk mewujudkan langkah strategis sehingga TNI/TNI Angkatan Laut tidak lagi bergantung pada negara lain yang pada dasarnya berujung pada efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran.

Pengadaan luar negeri hanya diarahkan pada jenis alutsista yang belum bisa diproduksi di dalam negeri dengan tetap menerapkan program alih teknologi (Transfer of Technology/ ToT) yang menyertakan industri strategis nasional dan lembaga litbang di lingkungan pemerintah maupun akademisi yang bertujuan untuk mewujudkan kemandirian nasional di sektor pertahanan.


Transformasi teknologi kapal TNI AL buatan PAL

Untuk jenis alutsista TNI Angkatan Laut yang bisa diproduksi di dalam negeri secara prioritas dilaksanakan dengan melibatkan industri. TNI AL akan melaksanakan kerja sama dengan PT PAL dalam pengadaan kapal hasil transfer of technology dengan pihak luar negeri yang meliputi pengadaan kapal PKR, LPD yang diarahkan menjadi helicopter carrier (kapal induk helikopter) serta offshore patrol vessel (OPV) 60 meter yang merupakan pengembangan FPB 57 yang telah memperkuat jajaran TNI Angkatan Laut.

TNI Angkatan Laut juga akan bekerja sama dengan PT DI untuk membangun pesawat udara jenis CN 235 maritime patrol aircraft (MPA) dan heli antikapal selam (AKS).Untuk mendukung persenjataan perorangan Marinir,TNI Angkatan Laut bekerja sama dengan PT Pindad untuk memproduksi senjata SS-1 Marinize.

Kerja sama dalam bentuk lain tentu akan terus dilakukan TNI AL, terutama dengan industri strategis nasional dan swasta nasional dengan melibatkan lembaga penelitian dan pengembangan serta akademisi.Kreativitas anak bangsa untuk menyumbangkan ide-ide cemerlangnya untuk kepentingan pertahanan sangat diperlukan, sebagai contoh kapal patroli produksi PT PAL jenis FPB 57 yang telah bergabung dengan TNI AL telah mampu ditingkatkan performance menjadi kapal yang dilengkapi dengan rudal C-802 buatan China dan telah diujicobakan pada latihan gabungan TNI pada 2008 dengan hasil maksimal.

Dalam waktu yang sama juga dilaksanakan uji coba torpedo SUT produksi PT DI dengan hasil maksimal pula. Hal tersebut memberikan penegasan bahwa sebenarnya negara ini mampu untuk memproduksi peralatan militer secara mandiri untuk mendukung pertahanan negara. Demikian langkah-langkah konkret TNI AL yang telah ditempuh dalam rangka membangun kekuatan angkatan laut yang besar, kuat, dan profesional dihadapkan dengan keterbatasan anggaran pertahanan.

Pembangunan angkatan laut yang besar dan kuat bukanlah kemewahan,namun merupakan sebuah kebutuhan.Indonesia adalah Negara maritime yang besar maka harus memiliki angkatan laut yang besar dan kuat pula serta dilengkapi dengan para pengawak organisasi yang profesional untuk menegakkan kedaulatan negara dan hukum di laut, serta melindungi segenap kepentingan nasional di dan atau lewat laut. Dirgahayu Ke-63 TNI Angkatan Laut, Jalesveva Jayamahe–Justru di Laut Kita Jaya.(*)

Tidak ada komentar: